Skip to content

Samsung Bidik Proyek Monorel Serpong-Bandara Soetta Rp 6,3 Triliun

Sumber: Detik.com – 30 Agustus 2012

Jakarta – Proyek monorel Serpong, Tangerang Selatan menuju Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) sepanjang 37 km dimulai pengerjaan fisiknya Maret 2013. Dikabarkan investor asing salah satunya Samsung membidik proyek bernilai US$ 700 juta atau Rp 6,3 triliun.

Presiden Direktur PT Banten Global Development Rudy Radjab mengatakan, proyek pengerjaan monorel Serpong-Bandara Soetta saat ini masih dalam tahap uji kelayakan (feasibility study) dan akan selesai 5 bulan lagi, artinya Maret 2013 sudah dimulai tahap pengerjaan fisiknya.

“Sebelum pengerjaan fisik dilakukan, atau setelah uji kelayakan selesai akan dilakukan proses pembangunan untuk mengundang investor,” ujar Rudy kepada detikFinance ketika ditemui di JCC, Senayan, Jakarta, Kamis (30/8/2012).

Dikatakan Rudy, saat ini sudah ada beberapa investor yang tertarik untuk ikut bergabung dalam pengerjaan proyek monorel ini, mulai dari mitra-mitra lokal maupun investor dari luar negeri.

“Ada beberapa investor besar yang menyatakan minatnya untuk menggarap proyek monorel Serpong-Soetta ini, seperti Samsung sudah menyatakan berminat, Bosco juga berminat, INC juga berminat, dan beberapa mitra-mitra lokal lainya untuk bersama kami (PT Banten Global Develoment dan PT Inka yang sudah ditetapkan sebagai inisator pemrakarsa proyek monorel),” ucap Rudy.

Ditambahkan Rudy, proyek tersebut diperkirakan akan memakan dana US$ 700 juta dengan pengerjaan tahap awal sepanjang 15 km dari arah Tangerang Selatan.

“Diperkirakan dana yang diperlukan mencapai US$ 700 juta dan akan dimulai tahap awal sepanjang 15 km dari total proyek sepanjang 37 km dari arah Tangerang,” cetusnya.

MRT & Monorel Lamban karena Campur Tangan Pemerintah

Sumber: Okezone.com – 28 Agustus 2012

JAKARTA – Proyek pembangunan Mass Rapid Transportasi (MRT) dan monorel, diyakini berjalan lama karena ada unsur campur tangan pemerintah. Karena tidak ditangani komersial, maka pembangunannya mengalami keterlambatan.

“Monorel hanya bisa dilakukan kalau dia komersial. Kalau ada unsur pemerintahan malah lambat,” ungkap Menteri Perindustrian MS Hidayat, kala ditemui di acara Indonesia International Infrastruktur, di JCC, Senayan, Jakarta, Selasa (28/8/2012).

Dampak dari realisasi MRT dan monorel yang mengalami pelambatan, berdampak pada tranportasi yang ada di Jakarta. Padahal, proyek tersebut diharapkan bisa mengatasi permasalahan transportasi ibu kota yang semakin padat.

Menurutnya, permasalahan lalulintas juga perlu dilakukan revisi. “Public transportasi harus disesuaikan dengan kebutuhannya, dan juga manajemen lalu lintasnya juga perlu diatur kembali,” tegas dia.

Dalam mengatasi volume kendaraan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, diperlukann pembatasan kepemilikan kendaraan dan pengaturan yang ketat mengenai transportasi. Sehingga, tidak ada konsumsi mobil yang berlebih.

“Hal yang bisa dilakukan agar bisa mengurangi jumlah kendaraan, bisa di-manage dengan baik. Karena kalo public transpotasi berjalan, orang tidak terlalu banyak butuh mobil untuk keperluan pribadinya,” tukas dia. (mrt)

Hidayat: Proyek Monorel Serahkan ke Swasta

Sumber: VIVAnews.com – 28 Agustus 2012

Pembangunan monorel sampai saat ini belum pasti kapan dilanjutkan.

VIVAnews – Realisasi pembangunan monorel sampai saat ini belum pasti kapan akan dilanjutkan. Bahkan, karena proyek ini dipegang Pemerintah Daerah DKI Jakarta, kelanjutannya harus menunggu pemilu daerah yang sekarang sedang dilakukan.

Namun, Menteri Perindustrian MS Hidayat berpendapat lain. Menurutnya, mega proyek transportasi umum di Ibukota tersebut jika ingin cepat terealissi seharusnya diserahkan kepada swasta.

“Kala saya, monorel itu hanya bisa dilakukan kalau dikomersialkan. Jadi, nggak ada unsur pemerintah,” kata dia di Jakarta, Selasa 28 Agutus 2012.

Hidayat menambahkan, Pemda DKI juga telah memberi sinyal positif bahwa keterlibatan swasta nantinya akan dominan dalam proyek tersebut.

Namun demikian, menurutnya, pada waktu itu proses pembangunannya terhambat audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP)  terkait realisasi awal pengerjaan proyek tersebut.

“Mudah-mudahan bisa segera, tetapi monorel secara komersial itu wise,” tuturnya.

Menurut Hidayat, realisasi transportasi umum masal ke depannya harus menjadi prioritas utama pemerintah, karena dengan terwujudnya hal tersebut, kebutuhan masyarakat akan kendaraan pribadi akan berkurang dan kemacetan di Jakarta dapat terurai.

MS Hidayat: Monorel Bisa Terwujud kalau Komersial

Sumber:  KOMPAS.com – 28 Agustus 2012

JAKARTA — Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, proyek monorel bisa terlaksana bila bebas dari campur tangan pemerintah. Hal itu dikatakan Hidayat di sela-sela menghadiri sebuah acara terkait infrastruktur di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Selatan, Selasa (28/8/2012).

“Monorel itu hanya bisa dilakukan kalau komersial. Jadi, enggak ada unsur pemerintah,” ujar Hidayat.

Ia menjelaskan, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo pernah menyatakan bahwa proyek monorel bisa dilanjutkan jika pihak swasta berinvestasi di proyek tersebut.

“Dulu pernah bertanya kepada Gubernur DKI Jakarta, apa ada kemungkinan itu diteruskan. Dia bilang akan bisa melalui investasi swasta,” katanya.

Menurut Hidayat, proyek yang sudah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ini memang lebih baik bila tanpa campur tangan pemerintah daerah.

Dalam kesempatan terpisah, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Firmansyah menilai, proyek monorel penting untuk mengatasi kemacetan. “Itu fasilitas umum transportasi yang selama ini diperlukan oleh masyarakat di DKI Jakarta, jadi harus segera dilaksanakan. Kalau tidak, biaya ekonominya akan sangat tinggi,” kata Firmansyah.

Sebelumnya, PT Adhi Karya Tbk (ADHI) diberitakan akan membangun Jakarta Link Transportation (Monorail Project) untuk mengatasi kemacetan di Ibu Kota. Jika disetujui, maka proyek ini bisa selesai dalam 2,5 tahun ke depan dan beroperasi pada tahun 2015. Direktur Utama Adhi Karya Kiswodarmawan menjelaskan, proyek tersebut merupakan kelanjutan dari proyek monorel yang terbengkalai beberapa tahun lalu. Rencananya, perseroan akan membangun monorel sepanjang 13 kilometer.

“Kami menargetkan proyek ini memiliki masa konstruksi 2,5 tahun dengan nilai investasi Rp 3,73 triliun. Dengan catatan, disetujui oleh Pemda DKI Jakarta,” kata Kiswo, beberapa waktu lalu.

Tiang Monorel Bisa Jadi Jalan Layang Bus Transjakarta

Sumber: TRIBUNNEWS.COM, 18 Juli 2012

JAKARTA – Ketimbang jadi benda tak bertuan, tiang-tiang monorel di beberapa ruas jalan Jakarta sebaiknya dimanfaatkan untuk menjadi jalan layang khusus bus Transjakarta.

Menurut Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Azas Tigor Nainggolan, pembangunan jalan layang bus Transjakarta dapat memanfaatkan tiang-tiang monorel. Dikatakannya, Jakarta sudah mempunyai beberapa kolom yang bisa digunakan sebagai fondasi pembangunan jalan layang bus Transjakata seperti bekas tiang monorel.

“Masalahnya persoalan gantu rugi dan peralihan kepemilikan dari investor swasta ke pemda ini cukup berbelit. Persoalan hukumnya juga rumit, sedangkan kebutuhan jalan layang khusus bagi bus Transjakarta sudah sangat mendesak,” ujar Tigor, Rabu (18/7/2012).

Sementara itu, Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta, M Akbar, menuturkan Dishub DKI sudah melakukan studi kajian terhadap pengalihan jalur monorel menjadi jalur layang bus Transjakarta.

Menurutnya Pemprov DKI sangat serius terhadap rencana tersebut, namun kapan pelaksanaan pembangunan jalur layang diatas tiang bekas monorel belum bisa dijawab.

“Saat ini tahapnya baru pada melakukan studi kajian. Hasilnya sudah ada untuk meneruskan tiang-tiang monorel dialihkan menjadi jalur layang bus Transjakarta,” tuturnya.

Mimpi Baru Kereta Layang Ibukota

Sumber: vivanews.com – 14 Juli 2012

Proyek ini berbenturan dengan Mass Rapid Transit Koridor Barat-Timur?

VIVAnews – Perusahaan konstruksi PT Hutama Karya menawarkan konsep baru untuk mengurai kemacetan di Ibukota. Kontraktor pelat merah itu berencana membangun kereta layang di median jalan tol yang tidak digunakan.

Kereta layang ini dirancang menjadi model transportasi intermoda yang terintegrasi, dari kereta listrik, busway hingga MRT.

Direktur Utama PT Hutama Karya, Tri Widjajanto Joedosastro, menjelaskan,  ada lima tahap proyek kereta layang yang diusulkan. Jurusan Bekasi-Slipi akan dikerjakan lebih dulu. Dilanjutkan dengan Bogor-Cawang-Slipi, Slipi-Serpong dan Serpong-Bandara Soekarno-Hatta.

Ide Hutama Karya mengembangkan jaringan jalan tol dengan kereta layang terintegrasi sudah muncul sejak 1988. Namun, ide itu redup kembali akibat krisis ekonomi yang menimpa Indonesia.

Seiring pertumbuhan kendaraan bermotor, kebutuhan transportasi massal yang nyaman di Jakarta menjadi kebutuhan. Ia mengungkapkan, saat ini jalan tol dilalui oleh 98 persen mobil pribadi, dan hanya dua persen oleh angkutan umum.

Untuk kereta layang jurusan Bekasi-Slipi, titik awalnya dimulai dari pusat perbelanjaan Bekasi Square, sehingga pengguna kendaraan pribadi dapat menitipkan kendaraannya di pusat perbelanjaan tersebut, lalu melanjutkan perjalanan menuju Jakarta dengan kereta layang.

Dalam konsep ini, Stasiun Cawang akan menjadi titik sentral bertemunya kereta dan Transjakarta. Kemudian Semanggi sebagai titik sentral kereta listrik dengan MRT.

Tri mengatakan, median jalan tol yang selama ini tidak dimanfaatkan sengaja dipilih sehingga pembangunannya tidak mengganggu pengguna jalan tol. Tri meyakini transportasi kereta listrik ini dapat mengangkut orang dengan jumlah banyak.

“Prinsipnya mengusulkan terobosan ini dengan memanfaatkan median tol untuk mengatasi kemacetan. Konsepnya, yang diangkut orangnya, bukan mobilnya,” kata dia kepada VIVAnews.

Rencananya, kereta yang akan digunakan adalah kereta listrik atau kereta bertenaga matahari yang lebih ramah lingkungan. Dan ini, menurutnya, sudah lumrah dilaksanakan di negara-negara lain untuk mengatasi kemacetan di perkotaan. Hutama Karya akan menggandeng PT Kereta Api sebagai operator dalam proyek ini.

General Manager Divisi Pengembangan Hutama Karya, Wikumurti, menambahkan, untuk tahap awal disiapkan empat rangkaian kereta untuk melayani penumpang. Dalam satu rangkaian kereta terdapat empat gerbong. Idealnya, kata dia, dengan mengutamakan kenyamanan penumpang, dalam satu gerbong seluas 60 meter persegi dapat menampung hingga 180 orang.

Dalam satu hari akan ada 39 ritase atau perjalanan pulang pergi. Jika ditotal, dalam satu hari kereta layang akan dapat mengangkut penumpang hingga 112.896 orang.

Pada jam sibuk, yaitu pukul 05.30-09.30 WIB dan 16.00-20.00 WIB, perjalanan dapat diintensifkan hingga per 15 menit. Jumlah gerbongnya pun dapat ditambah hingga 12 gerbong dalam satu rangkaian.

Menurut Wikumurti, pada jam sibuk, kereta layang berjarak 22 kilometer itu dapat mengangkut penumpang hingga 69.120 orang. “Di negara maju seperti Jepang, rata-rata kereta mengangkut 70.000 penumpang pada jam sibuk,” katanya.

Pada saat siang, kapasitas kereta kembali dikurangi menjadi empat gerbong dan jam perjalanan kereta dikurangi untuk menekan biaya operasional.

Dengan mengintensifkan waktu perjalanan di jam sibuk, diharapkan dapat mengurangi beban jalan tol yang saat ini dilalui oleh 357.838 orang atau 196.614 mobil pribadi dari arah Bekasi. “Rata-rata satu mobil mengangkut dua orang, kereta layang dapat mengangkut hingga 112 ribu orang, itu hampir separuh pengguna jalan tol,” katanya.

Pembangunan kereta layang ini, kata dia, bukan berarti akan menggerus pendapatan PT Jasa Marga Tbk. sebagai operator jalan tol. Namun, diharapkan dapat mengurangi pertumbuhan kendaraan pribadi, khususnya mobil, yang masuk ke jalan tol.

Wikumurti memaparkan besarnya pembengkakan subsidi akibat kemacetan dari konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sudah mencapai Rp10,7 triliun per tahun. Jika dana subsidi BBM ini dapat dialihkan untuk membangun kereta layang, masyarakat dapat beralih menggunakan transportasi massal dan mengurangi kemacetan.

“Pemerintah dapat mensubsidi harga tiketnya. Karena, perhitungan kami, harga tiket kereta layang Bekasi-Semanggi Rp10.000. Kalau pemerintah bisa subsidi setengahnya, menjadi Rp5.000 per tiket, pengguna kendaraan pribadi bisa beralih,” katanya.

Hutama Karya mentargetkan pembangunan kereta dengan panjang rel mencapai 100 kilometer ini mulai konstruksi pada 2013, dan beroperasi pada 2015. Tahun ini perseroan akan fokus untuk membereskan aspek teknis, finansial, dan legal. Dari sisi aspek teknis akan berkoordinasi dengan PT Jasa Marga Tbk dan Badan Pengatur Jalan Tol.

Sementara itu, untuk aspek legalitas, menurut dia, saat ini sedang disiapkan dokumen proyek seperti study kelayakan (feasibility study), Detail Engineering Design (DED), dan proposal bisnis.

Untuk aspek finansial, Wikumurti melanjutkan, pihaknya sedang menjalin komunikasi dengan beberapa BUMN karya untuk membentuk Konsorsium Jabodetabek Integrated Transportation (JATRA) Corporation.

Dengan membentuk konsorsium ini, dia menjelaskan, diharapkan pemerintah tidak perlu lagi memberikan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan proyek ini dapat dilaksanakan secara business to business.

Dia memperkirakan proyek ini butuh dana investasi sebesar Rp300 miliar per kilometer dari target panjang lintasan 100 kilometer. Total investasi yang diperlukan mencapai Rp30 triliun.

Dari materi rencana, perusahaan memperkirakan total pendapatan yang bisa diraih dari jalur Bekasi-Semanggi bisa mencapai Rp406 miliar per tahun.

Pendapatan ini terbilang cukup tinggi, mengingat biaya operasional yang dibutuhkan untuk menjalankan kereta layang ini hanya sebesar Rp25,2 miliar per tahun. Biaya itu di antaranya digunakan untuk operasional Rp600 juta, biaya umum Rp1,2 miliar, dan biaya perawatan Rp300 juta.

Dengan nilai investasi sebesar Rp5,7 triliun untuk ruas Bekasi-Semanggi, Hutama Karya memperkirakan pengembalian investasi hanya akan memakan waktu 12 tahun. Sementara itu, tingkat pengembalian finansial (Internal Rate of Return/IRR) diperkirakan mencapai 22,5 persen.

Perusahaan asal Jepang, Mitsui Corporation, sudah melakukan pembicaraan awal untuk masuk sebagai salah satu investor. “Dari Jepang kemarin Mitsui sudah menyatakan minat untuk investasi, tapi berapanya kami belum tahu,” ucap Wikumurti.

Pembicaraan dengan Mitsui ini baru tahap awal, dan akan diperdalam kembali seiring dengan perbaikan rencana kereta layang. Selain Mitsui, Hutama Karya juga membuka peluang bagi negara lain yang masuk sebagai investor.

Untuk pengembangkan proyek ini, perusahaan mengaku lebih mementingkan masuknya investor asing dibandingkan pinjaman dari bank asing lewat skema business to business. Dengan menjadi investor, maka diharapkan terjadi alih teknologi dari Jepang dan China.

Sementara untuk investor lokal, Hutama Karya memastikan akan menggandeng PT Jasa Marga Tbk mengingat lahan yang digunakan merupakan milik BUMN jasa tol tersebut. Secara teknis pun perusahaan pelat merah tol itu diklaim sudah menyetujui proyek kereta layang ini.

Berbenturan dengan MRT

Pengamat Perkotaan dan Transportasi, Yayat Supriatna, menilai proyek itu tidak efisien karena akan berbenturan dengan Mass Rapid Transit (MRT) Koridor Barat-Timur yang sudah digagas oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Selain Jakarta, MRT Barat-Timur mengikutsertakan daerah sebelah barat Balaraja, Tangerang, dan Timur Cikarang Bekasi.

Seharusnya kata dia, sebelum membuat konsep ini PT Hutama Karya membuat kajian terlebih dahulu. Sehingga tidak bentrok dengan pengembangan pola transportasi makro yang sudah ada. “Kalau sebatas ide dan konteks bisnis memang bagus,” kata Yayat.

Selain itu, kata dia, untuk merancang suatu konsep trasnportasi juga harus menyesuaikan dengan tata ruang. Kontraktor harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Perhubungan terkait tata ruang Jabodetabek. Dan karena ini lintas wilayah, maka pembangunan disinergikan dengan konsep pengembangan transportasi Jabodetabek.

Menurutnya, saat ini tidak perlu konsep baru untuk mengatasi masalah macet di Jakarta. Sebaiknya konsep yang sudah ada dimatangkan. Dan kalau pun ada terobosan baru itu bisa menjadi penyempurna. “Jangan sampai konsep lama belum dijalankan tapi sudah ada ide baru lagi,” ujarnya. Dia mencontohkan salah satu proyek yang sudah direncanakan tapi tidak berjalan yakni pembangunan monorel.

Saat ini pembangunan sarana pendukung MRT mulai dikerjakan. Pembangunan dimulai dengan pemindahan utilitas dan pelebaran jalan di sepanjang Jalan Fatmawati.

MRT yang berbasis rel rencananya akan membentang sekitar 110,3 kilometer, yang terdiri dari Koridor Selatan–Utara (Lebak Bulus-Kampung Bandan) sepanjang 23,3 kilometer dan Koridor Timur–Barat sepanjang 87 kilometer.

Pembangunan Koridor Selatan-Utara dari Lebak Bulus-Kampung Bandan dilakukan dalam dua tahap, yakni Tahap I yang akan dibangun terlebih dahulu menghubungkan Lebak Bulus sampai dengan Bundaran HI sepanjang 15,2 kilometer dengan 13 stasiun (tujuh stasiun layang dan enam stasiun bawah tanah). Ditargetkan mulai beroperasi pada akhir 2016.

Tahap II akan melanjutkan jalur dari Bundaran HI ke Kampung Bandan sepanjang 8,1 kilometer yang akan mulai dibangun sebelum tahap I beroperasi dan ditargetkan beroperasi 2018, dipercepat dari target awal 2020. Untuk tahap ini studi kelayakannya sudah selesai.

Koridor Barat-Timur saat ini sedang dalam tahap pre-feasibility study. Koridor ini ditargetkan paling lambat beroperasi pada 2024- 2027.

Bangun MRT, DKI Lakukan Pelebaran Jalan

Sumber: INILAH.COM, 12 Juli 2012

Jakarta – Tahapan proyek pembangunan MRT telah berjalan. Tahap awal pelaksanaannya, Pemprov DKI Jakarta sedang melakukan pengerjaan fisik dengan pelebaran Jalan Fatmawati, pemindahan utilitas dan pembangunan kantor proyek.

Terkait dengan proses pelebaran Jalan Fatmawati, Dinas Pekerjaan Umum DKI sudah memulai pekerjaan ini sejak awal Mei 2012 lalu dan akan dilakukan secara bertahap. Pelebaran tersebut dilakukan untuk menunjang pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) yang akan dibangun di kawasan tersebut.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI, Ery Basworo, menjelaskan bahwa pelebaran jalan tersebut dimulai dari simpang Jalan TB Simatupang hingga simpang Cipete sepanjang 1,7 kilometer. Menurutnya pelebaran jalan dilakukan di kedua sisi Jalan Fatmawati dan masing-masing sisi dilebarkan antara 1,5-2,5 meter.

“Salah satu tujuan dari pelebaran ini adalah sebagai upaya minimalisasi dampak pembangunan MRT Jakarta. Sekaligus meningkatkan pelayanan lalu lintas di ruas jalan tersebut pada saat MRT Jakarta beroperasi nanti. Juga untuk menyediakan area yang cukup bagi pejalan kaki saat pembangunan berlangsung yang dapat diperlebar saat MRT sudah beroperasi nanti,” kata Ery.

Dia mengaku telah berkoordinasi dengan unit terkait seperti Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI, Dishub DKI dan telah mendapat arahan dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI untuk kelancaran proses pelebaran ini.

Paralel dengan pekerjaan-pekerjaan persiapan di lapangan, Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta, Wishnu Subagio Yusuf menjelaskan saat ini pembangunan MRT Jakarta koridor Selatan – Utara tahap I (Lebak Bulus – Bundaran HI) sudah memasuki tahap final tender kontraktor sipil.

Diharapkannya targetkan pada akhir September-Oktober 2012 sudah dapat dilakukan penandatanganan kontrak dengan kontraktor pekerjaan sipil bawah tanah untuk jarak jalur bawah tanah MRT Tahap I sepanjang kurang lebih 6 km (Sisingamangaraja – Bundaran HI). [bar]

Target Pembangunan MRT Dimulai Akhir 2012

Sumber: kompas.com – 9 Juli 2012

JAKARTA, KOMPAS.comMass Rapid Transit yang memudahkan mobilitas penduduk Jakarta bukan lagi sekadar mimpi. Pembangunan MRT ini ditargetkan dimulai pada akhir 2012 setelah penandatanganan kontrak dengan kontraktor pekerjaan sipil bawah tanah untuk jalur bawah tanah MRT Tahap I dilakukan pada Oktober 2012.

Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Wishnu Subagio Yusuf mengatakan, saat ini pembangunan MRT koridor selatan-utara tahap I (Lebak Bulus-Bundaran HI) sudah memasuki tahap final tender kontraktor sipil. Langkah selanjutnya adalah penandatanganan kontrak dengan kontraktor dan dilanjutkan dengan pengerjaannya.

“Semua ini dilakukan untuk memenuhi target agar MRT dapat beroperasi di akhir 2016. Konstruksi sipil ini akan dibagi dalam beberapa paket pekerjaan,” kata Wishnu dalam siaran pers, Senin (9/7/2012).

Ia mengatakan, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo telah menginstruksikan kepada PT MRT Jakarta untuk mempertahankan akhir 2016 sebagai target operasi MRT tahap I. Dengan demikian, PT MRT Jakarta telah membuat penjadwalan dengan sistem fast track untuk mencapai target yang diinstruksikan Gubernur.

Selain itu, persiapan tender untuk pengadaan kereta (rolling stock) juga sudah dimulai. Penandatanganan kontrak dengan penyedia kereta ditargetkan terpenuhi pada kuartal II 2013. Untuk proses prakualifikasi telah dimulai sejak April 2012 dan dilanjutkan dengan proses tender.

Beberapa pekerjaan fisik yang semakin intensif dilaksanakan sejak Pencanangan Pekerjaan Persiapan Pembangunan MRT Jakarta (P4MRTJ) pada 26 April 2012 antara lain pelebaran Jalan Fatmawati dan pemindahan utilitas dan pembangunan kantor proyek. Pelebaran Jalan Fatmawati ini sudah dilaksanakan secara bertahap sejak Mei lalu.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Ery Basworo menjelaskan, pelebaran jalan tersebut dimulai dari simpang Jalan TB Simatupang hingga simpang Cipete sepanjang 1,7 kilometer. Pelebaran jalan ini dilakukan di kedua sisi Jalan Fatmawati dan masing-masing sisi dilebarkan antara 1,5-2,5 meter.

“Tujuan dari pelebaran ini adalah sebagai upaya minimalisasi dampak pembangunan MRT Jakarta sekaligus meningkatkan pelayanan lalu lintas di ruas jalan tersebut pada saat MRT Jakarta beroperasi nanti,” kata Ery.

Terkait hal ini, Ery juga menjelaskan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan unit terkait, seperti Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI, Dinas Perhubungan, dan telah mendapat arahan dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI, untuk kelancaran proses pelebaran ini.

Seperti diketahui, MRT merupakan transportasi massal berbasis rel yang akan membentang sekitar 110,8 kilometer. MRT ini terdiri dari koridor selatan-utara (Lebak Bulus-Kampung Bandan) sepanjang 23,8 kilometer dan koridor timur-barat sepanjang 87 kilometer.

Pembangunan koridor selatan-utara dari Lebak Bulus hingga Kampung Bandan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama menghubungkan Lebak Bulus-Bundaran HI sepanjang 15,7 km dengan 13 stasiun, yaitu tujuh stasiun layang dan enam stasiun bawah tanah. Proyek pertama ini ditargetkan mulai beroperasi pada akhir 2016. Adapun tahap kedua akan melanjutkan jalur selatan-ytara dari Bundaran HI ke Kampung Bandan sepanjang 8,1 kilometer yang ditargetkan beroperasi 2018.

Secara terpisah, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menilai bahwa MRT merupakan transportasi berbasis rel yang paling memungkinkan dilakukan di Jakarta. Ia menilai proyek monorel yang sudah dimulai pada era gubernur sebelumnya sulit dilanjutkan karena masalah pendanaan. Sebagai gantinya, Fauzi menawarkan transportasi busway layang.

MRT Surabaya tertunda

Sumber: antaranews.com – 4 Juli 2012

Surabaya (ANTARA News) – Direktur Jenderal Kereta Api Kementerian Perhubungan, Tunjung Inderawan, mengatakan bahwa pembangunan proyek transportasi Mass Rapid Transit (MRT) di Surabaya, Jawa Timur, tertunda.

“Rencana proyek MRT di Surabaya masih belum bisa terealisasi karena terkendala pendanaan yang tidak sedikit,” ujar Tunjung Inderawan kepada wartawan di Surabaya, Rabu.

Proyek MRT rencananya didirikan mulai dari Stasiun Gubeng hingga Bandara Juanda di Waru, Sidoarjo. Skenarionya, saat ini sudah masuk tahap pertama.

Yakni program rel ganda atau double track serta meninggikan jalur rel yang dimulai dari ruas Kandangan Surabaya ke Waru-Sidoarjo dengan total sepanjang 42 kilometer.

Tidak hanya itu saja, proyek sudah termasuk dalam tahap pertama dan perbaikan stasiuan serta pembangunan sejumlah tempat pemberhentian atau shelter sedang berjalan.

“Kemungkinan ada investor dari swasta mau mendanai, kami persilahkan. Bentuk desain sudah ada dan tinggal pelaksanaan saja,” kata Tunjung.

Pihaknya mengakui, tingginya anggaran yang dikeluarkan menjadi sesuatu yang dipikirkan pemerintah untuk segera merealisasikan program MRT. Rencananya, proyek ini mendapat dana awal sebesar Rp30 miliar yang diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

“Saat ini konsentrasi pemerintah tidak hanya untuk program ini saja dan pemerintah merasa masih terlalu berat. Kami juga memikirkan airport link pendanaannya karena masih mengutamakan Medan, Jakarta, dan Padang,” tukas dia.

Diketahui, program ini telah ditandatangani oleh Menteri Perhubungan saat dijabat Djuasman Syafeii Djamal dan Gubernur Jatim Imam Utomo pada 5 Agustus 2008.

Nantinya proyek ini tidak hanya untuk jalur Surabaya-Juanda saja, melainkan beberapa ruas lainnya. Totalnya sepanjang 110 kilometer yang terintegrasi dengan berbagai kota di Jatim.

Untuk tahap kedua, berupa pembangunan rel ganda untuk ruas Kandangan Surabaya-Lamongan, Surabaya-Mojokerto, Waru-Sidoarjo-Porong Sidoarjo-Bangil Pasuruan.

Proyek MRT Gubeng-Juanda Belum Bisa Direalisasikan

Sumber: detik.com – 4 Juli 2012

Surabaya – Rencana proyek moda transportasi Mass Rapid Transit (MRT) berbasis kereta listrik dengan rute Stasiun Gubeng-Bandara Juanda ditunda. Penundaan pembangunan proyek yang rencana dibangun secara eleveted ini terkendala dana.

Hal ini diungkapkan Dirjen KA, Tunjung Inderawan kepada wartawan. Menurutnya, semua design sudah siap namun terkendala pendanaan yang cukup besar maka proyek tersebut ditunda.

“Dulu design sudah disiapkan tapi terkendala pendanaan. Barangkali ada swasta yang berminat kita persilahkan dan akan kita fasilitasi,” kata Tundjung di Surabaya, Rabu (4/7/2012).

Tundjung menambahkan, penundaan pembangunan ini lantaran pemerintah merasa terlalu berat membiayai proyek yang rencananya akan mendapat kucuran dana awal sebesar Rp 30 miliar.

“Airport link pendanaannya masih dipikirkan, karena pemerintah terlalu berat. Konsentrasi pemerintah bukan hanya untuk itu saja,” imbuhnya.

Saat ini pembangunan jalur kereta airport link yang kini diutamakan adalah di Medan yang akan dilanjutkan pembangunan di Soekarno Hatta disusul Padang.

“Yang kita utamakan ke bandara saat ini adalah di Medan, kemudian nanti Soekarno Hatta lalu padang itu yang mungkin menjadi target berikutnya baru yang lain,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, jika proyek mendapatkan kucuran dana awal sebesar Rp 30 miliar dari APBN itu akan tetap berjalan meskipun belum ada investor yang siap mendanai. Untuk pelaksanaan tahap awal, akan dibangun tiang pancang di jalur Aloha-Juanda. Langkah itu untuk memancing masuknya investor.

Roadmap proyek kereta api sepanjang 110 Km yang terintegrasi dengan berbagai kota di Jawa Timur itu sebelumnya telah ditandatangani oleh Menteri Perhubungan saat dijabat Djuasman Syafeii Djamal dan Gubernur Jatim Imam Utomo pada 5 Agustus 2008.

Proyek itu terbagi atas dua tahap dengan total jalur yang dikerjakan mencapai panjang 110 km. Tahap I, skenarionya terdiri atas ruas Kandangan (Sby)-Surabaya-Waru-Sidoarjo sepanjang 42 km termasuk program double track dan membuat jalur rel yang ditinggikan (elevated).

Tahap ini juga termasuk perbaikan stasiun dan pembangunan sejumlah perhentian (shalter). Tahap II berupa pembangunan jaringan KA menjadi double track untuk ruas Kandangan Surabaya-Lamongan, Surabaya-Mojokerto, Waru-Sidoarjo-Porong Sidoarjo-Bangil Pasuruan.

(ze/fat)